Jumat, 02 Desember 2011

populasi hewan

BAB I

   PENDAHULUAN


Sebagian besar materi mati di dalam ekosistem (khususnya daun yang telah gugur dan kayu mati) dimakan oleh detritus feeder. Organisme yang memperoleh nutrisi dengan jalan memecahkan molekul organik kompleks menjadi molekul organik sederhana dari tumbuhan atau hewan yang telah mati atau kotoran yang dihasilkan organisme hidup disebut sebagai organisme dekomposer .
Dekomposisi pada kondisi lapang merupakan proses yang sangat kompleks. Proses dekomposisi ini dikendalikan tiga faktor utama yaitu sifat bahan organik atau kualitas bahan baku, kondisi fisik dan kimia lingkungan seperti temperatur, kelembahan, pH, unsur mineral dan potensi redoks, serta komposisi organisme tanah.
Dekomposisi (penguraian) oleh dekomposer di dalam ekosistem merupakan hasil kerjasama antara kelompok mikroflora dan invertebrata. Tanpa kehadiran invertebrata mikroflora dalam proses dekomposisi sangat lambat (Brayer et al., 1976). Invertebrata telah diketahui menstimulasi pertumbuhan mikrobia melalui fragmentasi substrat, merubah sifat fisik dan kimia substrat serta melalui grazing (memakan mikrobia). Dengan kata lain proses dekomposisi secara tidak langsung dapat dicerminkan oleh komposisi, dinamika populasi dan aktivitas lain invertebrata.



BAB II
   PENDAHULUAN
2.1.Pengertian Populasi.
Populasi adalah himpunan individu-individu suatu spesies organisme yang terdapat di suatu tempat pada suatu waktu. Satuan terkecil pembangun populasi adalah individu. Individu-individu suatu spesies hewan di suatu tempat memperlihatkan variasi individu, yakni persamaan dan perbedaan menyangkut aspek-aspek fisiologis, structural-morfologis, perilaku, baik yang bersifat herediter maupun tidak.
 Pengertian populasi ditujukan untuk individu-individu spesies yang sama (homospesies, monospesies). Namun, dalam praktek sehari-hari istilah populasi adakalanya digunakan dalam pengertian heterospesies (polispesies). Misal, populasi capung di kampus,populasi burung di Kota Bandung. Istilah populasi juga digunakan untuk individu-individu dari suatu kategori umur atau tingkat perkembangan tertentu saja, terutama hewan-hewan yang berbeda stadium perkembangannya menempati habitat yang berbeda pula. MIsalnya, populasi nimfa lalat sehari atau nimpa capung di suatu perairan.Masalah interaksi antara hewan dengan faktor biotik dan abiotik lingkungannya sebenarnya berlangsung pada tahapan individu, dan dapat diteliti pada tahapan itu. Namun, tidak akan mencerminkan gambaran sebenarnya dari populasi, karena tidak memperhitungkan variasi individual. Tahapan yang paling baik digunakan sebagai satuan dan fokus bahasan dalam ekologi adalah populasi.
2.2.Ciri-Ciri dasar populasi                               
                                                      
   Dua ciri dasar populasi yaitu ciri biologi, yang merupakan ciri yang dimiliki oleh individu-individu pembangun populasi itu serta ciri statistic yang merupakan ciri uniknya sebagai himpunan.

Ciri-ciri Biologi
Seperti halnya suatu individu organisme, suatu populasi pun mempunyai strukutur dan organisasi tertentu, bersifat konstan mauun berubah sejalan dengan waktu mempunyai ontogeni / sejarah perkembangan kehidupan (lahir, tumbuh, berdiferensiasi, senenses, mati)dapat dikenai dampak faktor lingkungan dan dapat memberikan respon pada faktor lingkungan.mempunyai hereditas terintegrasi oleh faktor genetic dan lingkungan (ekologi)
Ciri-ciri Statistik
Ciri statistik atau ciri himpunan tidak dimiliki oleh suatu individu organisme, namun timbul sebagai akibat dari aktivitas kelompok yang berinteraksi. Diantaranya adalah:
Kelimpahan dan kerpatan populasi, beserta parameter-parameter utama yang mempengaruhinya.

Sebaran (struktur) umur Dispersi (sebaran individu intra-populasi)Genangan gen (gen pool) populasi.Penampilan dan kinerja suatu populasi sangat ditentukan oleh ciri-ciri statistic. Ekologi populasi (yang membahas dinamika populasi) memusatkan topic-topik bahasannya pada ciri statistic serta faktor yang mempengaruhinya dalam skala ruang dan waktu.
2.3.Kelimpahan dan kerapatan populasi
Tinggi rendahnya jumlah individu populasi suatu spesies hewan menunjukkan besar kecilnya ukuran populasi atau tingkat kelimpahan populasi itu. Area suatu populasi tidak dapat ditentukan batansnya secara pasti, sehingga kelimpahan (ukuran) populasi pun tidak mungkin dapat ditentukan. Hal demikian terutama berlaku bagi populasi alami hewan-hewan bertubuh kecil, terlebih yang nocturnal atau tempat hidupnya sulit dijangkau. Maka, digunakan pengukuran tingkat kelimpahan populasi per satuan ruang dari yang ditempati yaitu kerapatannya (kepadatannya).
            Kerapatan populasi suatu spesies hewan adalah rata-rata jumlah individu per satuan luas area (m2, Ha, km2) atau per satuan volume medium (cc, liter, air) atau per satuan berat medium (g, kg, tanah). Dalam hal-hal tertentu. kerapatan lebih memberikan makna bila dinyatakan per satuan habitat atau mirohabitat. Misalnya, sekian individu cacing usus per individu inang atau sekian individu werwng per rumpun padi.Sehingga terdapat dua pengertian. Kerapatan (kasar) diukur atas satuan ruang habitat secara menyeluruh dan kerapatan ekologis (kerapatan spesifik) didasarkan atas satuan ruang dalam habitat yang benar-benar ditempatinya (microhabitat). Kerapatan spesifik lebih memberikan makna antar-hubungan ekologis. Seperti, dengan makin turunnya permukaan air danau, kerapatan populasi ikan dalam danau secara keseluruhan (kerapan kasar) menjadi berkurang, sedang kerapatan ekologisnya makin bertambah.
 Kerapatn populasi tidak selalu harus dinyatakan sebagai jumlah individu. Apabila ukuran tubuh individu-individu sangat bervariasi, tingkat kerapatan populasi sering dinyatakan sebagai kerapatan biomasa (B).

                 B= ∑_(i=1)^(i n)▒b atau B=n x b ̅

            b = berat tubuh individu

            n = jumlah individu

            b ̅ = rata-rata berat tubuh individu

Dalam bahasan produktivitas dan energetika di bidang ekologi, adakalanya biomasa dinyatakan dalam satuan bera kering (bebas air) atau satuan energy (kcal, cal, joule).
Terdapat suatu kecenderungan umum hubungan berbnading terbalik antara kerapatan dan ukuran tubuh hewan. Spesies hewan yang berukuran tubuh kecil tingkat kerapatannya tinggi, sedang hewan berukuran besar tingkat kerapatannya rendah

2.4 .Batas-batas Kerapatan Populasi

    Dalam habitat alami yang ditempatinya, kerapatan populasi suatu spesies hewan dapat berubah-ubah sejalan dengan waktu dalam batas-batas tertentu. Batas atas kerapatan ditentukan oleh berbagai faktor, seperti aliran energi atau produktivitas ekosistem, ukuran tubuh, laju metabolism, dan kedudukan tingkatan trofik spesies hewan. Batas bawah kerapatan populasi belum diketahui dengan pasti. Namun, dalam ekosistem yang stabil ada mekanisme homeostatis dalam populasi, yang diduga memegang peranan penting dalam menentukan batas bawah kerapatan. Intensitas, Prevalensi, dan Kelangkaan



Kelimpahan populasi suatu spesies mengandung dua aspek yang berbeda, yaitu aspek intensitas dan aspek prevalensi. Intensitas menunjukkan aspek tinggi rendahnya kerapatan populasi dalam area yang dihuni spesies. Prevalensi menunjukkan jumlah dan ukuran area-area yang ditempati spesies dalam konteks daerah yang lebih luas (masalah sebaran).
Suatu spesies hewan yang prevalensinya tinggi (=prevalen) dapat lebih sering dijumpai. Spesies yang prevalensinya rendah, yang daerah penyebarannya terbatas (terlokalisasi) hanya ditemui di tempat tertentu.

    Spesies hewan dapat dimasukkan dalam salah satu dari empat kategori berikut:
prevalensi tinggi (=prevalen) dan intensitasnya tinggi
prevalensi tinggi (=prevalen) tetapi intensitasnya rendah
prevalensi rendah (=terlokalisasi) tetapi intensitasnya tinggi
prevalensi rendah (=terlokalisasi) dan intensitasnya rendah.

2.5.Penyebab Kelangkaan

       Spesies yang terlokalisasi dan intensitasnya rendah dikategorikan sebagai spesies langka. Adakalanya spesies yang intensitasnya tinggi namun prevalensinya rendah pun dimasukkan dalam kategori tersebut.

Kelangkaan suatu spesies dapat diakibatkan oleh satu atau beberapa penyebab berikut:
·         Area yang dihuni spesies menjadi sempit atau jarang. Suatu habitat yang kondisi lingkungannya khas biasanya dihuni oleh spesies yang telah teradaptasi secara khusus untuk lingkungan tersebut.
·         Berubahnya kondisi lingkungan dapat mengakibatkan kepunahan lokal dari spesies tersebut.
·         Tempat-tempat yang dapat dihuni spesies hanya cocok huni dalam waktu yang singkat, atau tempat itu letaknya di luar jangkauan daya pemencaran (dispesal) spesies hewan.
·         Tempat-tempat yang secara potensial dapat dihuni, menjadi tidak dapat ditempati akibat kehadiran spesies lain yang merupakan pesaing, parasit atau predatornya.
Dalam area yang dapat dihuni, ketersedian sumber daya penting seperti makanan dan tempat untuk berbiak menjadi berkurang.
·         Variasi genetic spesies relatif sempit sehingga kisaran tempat yang dapat dihuninya pun terbatas.
·         Plastisitas fenotipik individu-individu rendah, sehingga kisaran tempat yang dapat diuninya pun terbatas.





2.6.Daftar hewan langka
1.Arctonyx collaris (Pulusan)
Pulusan disebut juga Babi Batang. Dalam bahasa inggris disebut Hog Badger. Salah satu habitatnya terdapat di Taman Nasional Gunung Leuser Aceh. Hanya itu yang saya ketahui tentang spisies ini.
Klasifikaksi ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mamalia; Ordo: Karnivora; Famili: Mustelidae; Genus: Arctonyx; Spesies: A. collaris. Nama binomial: Arctonyx collaris (Cuvier, 1825).
2. Babyrousa Babyrussa (Babirusa)
Babyrousa babirussa) hanya terdapat di sekitar Sulawesi, Pulau Togian, Malenge, Sula, Buru dan Maluku. Habitat babirusa banyak ditemukan di hutan hujan tropis. Hewan ini gemar melahap buah-buahan dan tumbuhan, seperti mangga, jamur dan dedaunan. Mereka hanya berburu makanan pada malam hari untuk menghindari beberapa binatang buas yang sering menyerang.
Panjang tubuh babirusa sekitar 87 sampai 106 sentimeter. Tinggi babirusa berkisar pada 65-80 sentimeter dan berat tubuhnya bisa mencapai 90 kilogram. Meskipun bersifat penyendiri, pada umumnya mereka hidup berkelompok dengan seekor pejantan yang paling kuat sebagai pemimpinnya.
Mereka sering diburu penduduk setempat untuk dimangsa atau sengaja dibunuh karena merusak lahan pertanian dan perkebunan. Populasi hewan yang juga memangsa larva ini kian sedikit hingga termasuk dalam daftar hewan yang dilindungi. Jumlah mereka diperkirakan tinggal 4000 ekor dan hanya terdapat di Indonesia. Sejak tahun 1996 hewan ini telah masuk dalam kategori langka dan dilindungi oleh IUCN dan CITES.
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mammalia; Ordo: Artiodactyla; Famili: Suidae; Genus: Babyrousa; Spesies: B. babyrussa. Nama binomial: Babyrousa babyrussa (Linnaeus, 1758)
3. Balaenoptera musculus (Paus Biru)
Paus Biru diyakini sebagai hewan terbesar yang ada saat ini. Panjangnya bisa mencapai 33,59 m dan beratnya 181 ton, atau lebih. Paus Biru dapat berenang dengan kecepatan 50 km/jam, ketika berenang untuk perjalanan, kecepatannya sekitar 20 km/jam, sedangkan ketika sedang makan, mereka memperlambat kecepatannya sampai sekitar 5 km/jam. Mulut Paus Biru dapat menampung 90 ton makanan dan air. Umurnya bisa mencapai 80 tahun.
Populasi di seluruh dunia pada tahun 2002 diperkirakan hanya sekitar 5.000 sampai 12.000 ekor saja. Termasuk dalam spesies yang terancam punah. Dilarang untuk diburu sejak tahun 1966.
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mammalia; Ordo: Cetacea; Upaordo: Mysticeti; Famili: Balaenopteridae; Genus: Balaenoptera; Spesies: B. musculus. Nama binomial: Balaenoptera musculus (Linnaeus, 1758).
4. Balaenoptera physalus (Paus Bersirip)
Populasi tidak lebih dari 5.000 ekor.
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mammalia; Subkelas: Eutheria; Ordo: Cetacea; Subordo: Mysticeti; Famili: Balaenoptiidae; Genus: Balaenoptera; Spesies: B. physalus; Nama Binomial: Balaenoptera physalus (Linnaeus, 1758)
5. Bos Sondaicus (Banteng)
Bos javanicus, adalah hewan yang sekerabat dengan sapi dan ditemukan di Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, Kalimantan, Jawa, and Bali. Banteng tumbuh hingga tinggi sekitar 1,6 m di bagian pundaknya dan panjang badan 2,3 m. Berat banteng jantan biasanya sekitar 680 – 810 kg – jantan yang sangat besar bisa mencapai berat satu ton – sedangkan betinanya memiliki berat yang lebih kecil. Banteng memiliki bagian putih pada kaki bagian bawah, punuk putih, serta warna putih disekitar mata dan moncongnyailmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mammalia; Ordo: Artiodactyla; Famili: Bovidae; Upafamili: Bovinae; Genus: Bos; Spesies: Bos javanicus. Nama binomial: Bos javanicus.
2.7.Pengukuran tingkat populasi

    Cara mengukur kelimpahan populasi suatu spesies hewan banyak macamnya. Suatu metoda dan teknik yang cocok bagi suatu sepsis, belum tentu cocok digunakan pada spesies lain. Faktor penentu penting dipilihnya suau cara yang cocok, adalah tujuan dan keperluan pengukuran, ukuran tubuh hewan, mobilitas serta perilaku umum spesies tersebut. Juga ketersediaan waktu dan tenaga serta keterampilan pelaksana pengukuran pun turut menentukan.

   a.Pengukuran Kelimpahan Absolut: Pencacahan Total
Pencacahan total merupakan suatu cara menghitung secara langsung semua individu di suatu tempat yang dihuni spesies yang diselidiki. Metode ini biasanya digunakan pada berbagai spesies mamalia berukuran tubuh besar dan mudah tampak dalam habitatnya, misal gajah di semak belukar.
Pencacahan total juga dapat dilakukan pada berbagai jenis hewan yang berukuran kecil, misal kelelawar dengan mencacah individu yang keluar masuk dari lubang tempat tinggalnya. Dapat juga dilakukan pada jenis hewan invertebrate sesil dengan ukuran tubuh yang tidak terlalu kecil, misalnya teritip (Balanus sp).
 b. Pengukuran Kelimpahan Absolut : Metoda-metoda Pencuplikan
Metode pencuplikan (sampling method) merupakan metode yang menggunakan pencacahan, namun dilakukan terhadap individu-individu dari cuplikan-cuplikan (samples) yang masing-masing merupakan suatu proporsi kecil dari populasi yang diperiksa.

  c.Metode pencuplikan kuadrat
Metode ini umum digunakan untuk membuat taksiran kerapatan populasi berbagai hewan Invertebrata. Satuan pencuplikan di area yang diselidiki populasi hewannya, yaitu kuadrat, bentuknya tidak selalu bujur sangkar. Bagian penting dari metode ini adalah menentukan besar ukuran tiap satuan cuplikan (ukuran kuadrat), jumlah cuplikan serta pola penempatan cuplikan-cuplikan tersebut. Prosedur metode ini meliputi pencacahan individu-individu dari semua cuplikan kuadrat itu,dan dari angka-angka yang didapat ditentukan purata kerapatan populasi hewannya untuk mewakili seluruh area yang diselidiki.
Tingkat keandalan metode tersebut tergantung pada:
Luas area kuadrat harus diketahui dengan pasti.Kuadrat-kuadrat itu harus dapat mewakili keseluruhan dari area yang diselidiki populasinyaJumlah individu dari setiap kuadrat harus dicacah dengan tepat.Dalam menentukan kerapat populasi, aspek ketepatan (presisi) bukan prioritas utama. Aspek yang paling penting adalah daya ramalnya (predictability) harus tinggi dan nirbias (unbiased).

 d..Metode menangkap-menandai-menangkap kembali
Metode Capture-Mark-Recapture method ini juga dikenal sebagai metode Lincoln-Petersen, dalam bentuk yang paling dasar dan sederhana mencakup dua kali pencupikan. Semua individu yang diperoleh dari pencuplikan pertama ditandai, lalu dilepaskan kembali dan jumlahnya dicatat (=M). Setelah selang watu tertentu –tidak memungkinkan timbulnya individu baru hasil perbiakan-, dilakukan penangkapan kembali (pencuplikan kedua) di area yang sama secara acak. Apabila jumlah individu hasil penangkapan kesatu n dan sejumlah m diantaranya bertanda, maka dengan disadarkan pada N : M = n : m maka taksiran besar populasi yang dicari N dapat dihitung

                                            N ̂= (n M)/m ± √((M^2 n (n-m))/m^3 )

  Asumsi-asumsi pokok dalam metode ini adalah:
individu-individu yang bertanda maupun tak bertanda peluangnya sama untuk ditangkap secara acak tanda yang digunakan tidak hilang dan dapat dikenali selama periode pengamatan
laju kematian pada individu bertanda tidak berbeda dengan individu-individu yang tidak bertanda.
  Salah satu asumsi yang tidak akan terpenuhi apabila individu-individu hewan yang sudah ditangkap, ditandai serta dilepas kembali, menjadi jera-perangkap (trap-say) ataupun kecanduan perangkap (trap addict).
  e.Metode pemindahan
Metode pemindahan atau penhilangan (removal method) meliputi pencuplikan (penangkapan) yang dilakukan beberapa kali dengan cara yang sama. Pada setiap kali, individu hasil penangkapan diambil dari populasi. Dasarnya, jumlah individu yang tertangkap dan daiambil akan mempenggaruhi penangkapan-penangkapan berikutnya. Laju berkurangnya hasil penangkapan i Penentuan Kelimpahan Relatif
Metode ini, hasil pengukurannya tidak menghasilkan suatu angka taksiran mengenai besar populasi atau kerapatan populasi, melainkan hanya suatu indeks mengenai kelimpahan populasi. Indeks kelimpahan ialah bahwa angka indeks tersebut berkorelasi secara relatif konstan dengan angka besar populasi yang sebenarnya atau dengan angka kerapatan populasinya. Besarnya konstanta korelasi tidak diketahui secara pasti.Informasi mengenai kelimpahan relatif berguna untuk mendeteksi terjadinya perubahan besar, mengenai naik turunnya kelimpahan populasi suatu spesies hewan di suatu tempat.
    Beberapa teknik dan metode penentuan kelimpahan relatif:
Penggunaan perangkap. Misal perangkap jebak, perangkap cahaya, perangkap hidup dll. Jumlah individu yang tertangkap berkorelasi dengan tingkat kelimpahan populasi, populasi aktivitas hewan, daerah jelajah, dan efektivitas perangkap yang digunakan. Indeks kelimpahan dinyatakan dalam purata jumlah individu per satuan waktu per perangkap.
Penggunaan jala. Jala serangga, tebar, kabut dll.Perhitungan pellet tinja (yang relatif baru) misal bangsa rusa, kijang, kelinci, tikus. Bila jumlah total pellet segar di suatu area dan purata laju produksinya (laju defekasi) per individu per satuan waktu diketahui, maka kerapatan atau kelimpahan absolutnya dapat ditaksir melalui perhitungan.
Perhitungan hasil tangkapan per satuan usaha. Misal, indeks kelimpahan ikan di laut pada suatu periode dapat dinyatakan dalam jumlah berat atau jumlah ikan per 100 jam memukat dengan suatu kapal pukat.Perhitungan jumlah artefak. Indeks kelimpahan ditaksir dari perhitungan jumlah ‘tanda bukti’ atau jejak hasil aktivitas hewan, misal sarang, lubang, bekas garukan, kepompong kosong dll.Perhitungan frekuensi vokalisasi. Indeks kelimpahan dinyatakan dalam angka frekuensi bunyi atau teriakan per satuan waktu. Misal pada kera, bajing, burung dsb.Sensus tepi jalan (roadside count). Misal mencacah kera, burung yang tampak di sepanjang jalan sejarak tertentu yang dilalui.Pengukuran daya makan. Perubahan kelimpahan populasi diukur dari perubahan banyaknya umpan yang dimakan pada tikus, kelindi, dll.
Penggunaan manusia sebagai umpan. Misal menentukan kelimpahan realtif nyamuk, jumlah nyamuk yang hinggap dan menggigit lengan selam rentang waktu tertentu. Kelimpahan yang diperoleh secara berkala dalam rentang waktu lama, dapat memberikan informasi penting mengenai pola perubahan kelimpahan populasi.Pengisian kuesioner oleh para pemburu, penjual, dll mengenai jumlah hasil tangkapan (yang dilakukan dengan cara dan rentang waktu yang sama). Hasil kuesioner yang cukup andal dapat memberikan informasi mengenai perubahan besar yang terjadi pada kelimpahan hewan itu akan proporsional terhadap jumlah total individu dalam populasi.
Apabila pencuplikan hanya dilakukan dua kali, kelimpahan dapat ditaksir dengan:
                                           N ̂= 〖y_1〗^2/(y_1-y_2 )

Apabila pencuplikan dilakukan secara berkali-kali, maka metode yang paling baik adalah analisis regresi.

2.8..Penentuan Kelimpahan Relatif

   Metode ini, hasil pengukurannya tidak menghasilkan suatu angka taksiran mengenai besar populasi atau kerapatan populasi, melainkan hanya suatu indeks mengenai kelimpahan populasi. Indeks kelimpahan ialah bahwa angka indeks tersebut berkorelasi secara relatif konstan dengan angka besar populasi yang sebenarnya atau dengan angka kerapatan populasinya. Besarnya konstanta korelasi tidak diketahui secara pasti
.
  Informasi mengenai kelimpahan relatif berguna untuk mendeteksi terjadinya perubahan besar, mengenai naik turunnya kelimpahan populasi suatu spesies hewan di suatu tempat.
  Beberapa teknik dan metode penentuan kelimpahan relatif:
1.Penggunaan perangkap.
 Misal perangkap jebak, perangkap cahaya, perangkap hidup dll. Jumlah individu yang tertangkap berkorelasi dengan tingkat kelimpahan populasi, populasi aktivitas hewan, daerah jelajah, dan efektivitas perangkap yang digunakan. Indeks kelimpahan dinyatakan dalam purata jumlah individu per satuan waktu per perangkap.
2.Penggunaan jala. Jala serangga, tebar, kabut dll.
Perhitungan pellet tinja (yang relatif baru) misal bangsa rusa, kijang, kelinci, tikus. Bila jumlah total pellet segar di suatu area dan purata laju produksinya (laju defekasi) per individu per satuan waktu diketahui, maka kerapatan atau kelimpahan absolutnya dapat ditaksir melalui perhitungan.Perhitungan hasil tangkapan per satuan usaha. Misal, indeks kelimpahan ikan di laut pada suatu periode dapat dinyatakan dalam jumlah berat atau jumlah ikan per 100 jam memukat dengan suatu kapal pukat.Perhitungan jumlah artefak. Indeks kelimpahan ditaksir dari perhitungan jumlah ‘tanda bukti’ atau jejak hasil aktivitas hewan, misal sarang, lubang, bekas garukan, kepompong kosong dll.Perhitungan frekuensi vokalisasi. Indeks kelimpahan dinyatakan dalam angka frekuensi bunyi atau teriakan per satuan waktu. Misal pada kera, bajing, burung dsb.Sensus tepi jalan (roadside count). Misal mencacah kera, burung yang tampak di sepanjang jalan sejarak tertentu yang dilalui.
Pengukuran daya makan. Perubahan kelimpahan populasi diukur dari perubahan banyaknya umpan yang dimakan pada tikus, kelindi, dll.
3.Penggunaan manusia sebagai umpan.
Misal menentukan kelimpahan realtif nyamuk, jumlah nyamuk yang hinggap dan menggigit lengan selam rentang waktu tertentu. Kelimpahan yang diperoleh secara berkala dalam rentang waktu lama, dapat memberikan informasi penting mengenai pola perubahan kelimpahan populasi.Pengisian kuesioner oleh para pemburu, penjual, dll mengenai jumlah hasil tangkapan (yang dilakukan dengan cara dan rentang waktu yang sama). Hasil kuesioner yang cukup andal dapat memberikan informasi mengenai perubahan besar yang terjadi pada kelimpahan hewan

       BAB III
KESIMPULAN

Bahwa populasi merupakan sekelompok organisme atau individu yang sama ,mereka membentuk populasi tersebut agar mereka mampu bertahan hidup dengn cara bersama-sama untuk mencari makanan dan untuk tempat tinggal mereka agar tidak terjadi kepunahan.apabila mereka tidak mampu mempertahankan dirinya dalam mencari makan dan tempat tinggal maka hewan tersebut akan mengalami kepunahan.Faktor penyebab dari kepuanhan tersebut adalah:
Area yang dihuni spesies menjadi sempit atau jarang. Suatu habitat yang kondisi lingkungannya khas biasanya dihuni oleh spesies yang telah teradaptasi secara khusus untuk lingkungan tersebut,Berubahnya kondisi lingkungan dapat mengakibatkan kepunahan lokal dari spesies tersebut,Tempat-tempat yang dapat dihuni spesies hanya cocok huni dalam waktu yang singkat, atau tempat itu letaknya di luar jangkauan daya pemencaran (dispesal) spesies hewan,Tempat-tempat yang secara potensial dapat dihuni, menjadi tidak dapat ditempati akibat kehadiran spesies lain yang merupakan pesaing, parasit atau predatornya.
Dalam area yang dapat dihuni, ketersedian sumber daya penting seperti makanan dan tempat untuk berbiak menjadi berkurang,Variasi genetic spesies relatif sempit sehingga kisaran tempat yang dapat dihuninya pun terbatas,Plastisitas fenotipik individu-individu rendah, sehingga kisaran tempat yang dapat diuninya pun terbatas.
Dalam populasi terdapat kelahiran, kematian dan juga distribusi .Pada populasi terdapat kepadatan dan kerapatan yang merupakan ukuran besarnya populasi dalam satu ruangan tersebut.biasanya hewan hidup secara berkelompok ,seragam dan juga acak,mereka beradaptasi dengan cara mereka masing-masing,mereka melakukan persebaran mereka dalam habitat mereka masing-masing.






                        DAFTAR PUSTAKA


Arnita,indriani.1990.Ekologi Umum.Gita Media Press : Jakarta.

Ewusie J.Y.1990.Ekologi Tropika.ITB.Bandung:Bandung.

Naughhton.1973. Ekologi Umum edisi Ke 2. UGM Press : Yogyakarta

Suin,nurdin Muhammad.1989. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara : Jakarta

Http/google .com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar